KPK Tahan Tersangka Korupsi Pengadaan Helikopter, Ini Ungkapan KPK

KPKTahanTersangkaKorupsiPengadaanHelikopterIniUngkapanKPK

iTimes - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan IKS (Direktur PT DJM dan Pengendali PT KCG) tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara tahun 2016-2017. Jakarta (24/05/2022) Kemarin. 

IKS sebagai pemenang proyek pengadaan tersebut diduga telah menerima pembayaran penuh meskipun terdapat beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak.

IKS disangkakan melanggar pasat 2 Ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. 

Hal ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp224 Miliar dari nilai kontrak Rp738,9 Miliar.

Kasus korupsi pada pengadaan barang dan jasa merupakan kasus terbanyak yang ditangani KPK setelah penyuapan.

Baca Juga : Tergiur Dengan Pinjaman Ratusan Juta, Korban Ditipu Dengan Meminjamkan Data Pribadi Ditakalar

KPK meminta semua pihak yang terlibat, baik Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) maupun pelaku usaha sebagai pihak penyedia, memegang komitmen yang sama untuk melaksanakan pengadaan sesuai dengan aturan yang berlaku. Agar barang dan jasa yang dihasilkan berkualitas dan memberikan manfaat sesuai dengan peruntukannya.

"Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap IKS berupa penahanan 20 hari terhitung mulai 24 Mei 2022 sampai dengan 12 Juni 2022 di Rumah Tahanan KPK pada Gedung Merah Putih," kata Ketua KPK Firli Bahuri, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/5/2022) kemarin malam dilansir dari Antara.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada Mei 2015, Irfan bersama Lorenzo Pariani (LP), sebagai salah satu pegawai perusahaan AgustaWestland (AW), menemui Mohammad Syafei (MS) yang saat itu masih menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran Mabes TNI AU.

Dalam pertemuan tersebut, terdapat pembahasan di antaranya terkait pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU.

Baca Juga : Pemprov Sulsel Turunkan Tim Gabungan Segel Kantor PWI, Ini Kata Kuasa Hukum PWI Dan Satpol PP

"KS, yang juga menjadi salah satu agen AW, diduga selanjutnya memberikan proposal harga pada MS dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS, dimana harga pembelian yang disepakati IKS dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS (ekuivalen dengan Rp514,5 miliar)," ungkap Firli.

Selanjutnya, sekitar November 2015, lanjutnya, panitia pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap pra-kualifikasi, dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek.

"Dan hal ini tertunda karena adanya arahan Pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung," tambahnya.

Pada 2016, pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus, yang hanya diikuti oleh dua perusahaan.

Baca Juga : Oknum Kadis Di Pemkab Gowa Lakukan Penyalahgunaan Narkotika Minta Dicopot

Dalam tahapan lelang itu, KPK menduga panitia lelang tetap melibatkan dan mempercayakan Irfan dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan. Adapun harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015, yakni senilai 56,4 juta dolar AS, dan disetujui oleh pejabat pembuat komitmen (PPK).

"IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan FA (Fachri Adamy) selaku PPK," kata Firli.

Terkait persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua perusahaan, KPK menduga Irfan menyiapkan dan mengondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang dan disetujui oleh PPK.

"Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100 persen, dimana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda," ujarnya.

Baca Juga : Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tidak Ada Kepastian Hukum, Kejari Gowa Kerja Apa?

Firli menyatakan perbuatan tersangka Irfan itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 juga pernah diusut Pusat Polisi Militer TNI. Saat itu Puspom TNI telah menetapkan lima tersangka, namun dalam perkembangan kasus dihentikan dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap lima tersangka yang semuanya berasal dari lingkungan militer.

Lima tersangka dari unsur militer, yaitu Wakil Gubernur Akademi TNI AU (saat itu) Marsekal Pertama TNI Fachry Adamy, yang adalah bekas pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017.

Tersangka lain Letnan Kolonel ADM WW selaku bekas pemegang kas Markas Besar TNI AU, Pembantu Letnan Satu SS selaku bintara urusan pembayaran pemegang kas Dinas Keuangan TNI AU, Kolonel (Purn) FTS selaku bekas sekretaris Dinas Pengadaan TNI AU, dan Marsekal Muda TNI (Purn) SB selaku staf khusus Kepala Staf TNI AU yang juga bekas asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf TNI AU. (*) 

(Tim Network News) 

Previous Post Next Post