![]() |
Ket : Putra Daerah Soroti Rencana Relokasi Pasar Cekkeng Kasuara: “Jangan Putus Mata Rantai Kehidupan Rakyat Kecil” |
iTimes – Rencana relokasi Pasar Tradisional Cekkeng Kasuara ke Pasar Sentral kembali menuai gelombang penolakan dari pedagang dan warga sekitar. Kebijakan ini dianggap terburu-buru, tidak partisipatif, dan mengabaikan keberadaan pasar sebagai ruang ekonomi rakyat sekaligus warisan sosial budaya. Sorotan tajam datang dari Andi Massakili, putra daerah Bulukumba yang juga mantan Sekjen DEMA UIN Alauddin Makassar yang saat ini menjabat Wasekum BADKO HMI SULSEL Bidang Kesehatan Masyarakat.
Dalam pernyataan resminya, Massakili mengecam keras sikap Pemerintah Kabupaten Bulukumba, khususnya Dinas Perdagangan dan Perindustrian, yang menerbitkan Surat Keputusan relokasi tanpa dialog dan konsultasi publik yang layak.
“Ini bukan hanya soal memindahkan pasar, ini soal memutus mata rantai kehidupan masyarakat kecil yang selama puluhan tahun menggantungkan hidup di sini. Pemerintah harus sadar bahwa mereka sedang bicara soal ekonomi kerakyatan, bukan sekadar bangunan,” ujar Massakili, Jumat (4/7/2025).
Baca Juga : Waspada, Presiden Prabowo Sebut Pihak Asing Biayai LSM Untuk Adu Domba di Indonesia
Pasar Cekkeng Kasuara secara hukum termasuk dalam kategori pasar tradisional, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, serta diperkuat oleh Permendag No. 70 Tahun 2013. Di dalam aturan tersebut, pemerintah daerah berkewajiban melindungi keberadaan pasar tradisional dari tekanan modernisasi yang merugikan pedagang kecil.
Namun demikian, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Bulukumba menerbitkan Surat Keputusan Relokasi Nomor XXX/2025 (nomor dapat ditambahkan sesuai dokumen yang ada) tanpa memperhatikan asas partisipatif. Proses ini bahkan hanya diinformasikan melalui undangan terbatas kepada sejumlah pedagang untuk menghadiri rapat koordinasi relokasi yang dilangsungkan tanpa kejelasan legal standing dan tanpa dokumentasi risalah resmi yang dibuka ke publik.
“Undangan rapat tanpa transparansi bukanlah partisipasi. Bahkan SK relokasi ini seperti lahir dari ruang gelap. Pemerintah seharusnya merujuk pada asas good governance: akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik,” ujar Massakili lagi.
Baca Juga : Ada Apa!!!, Pemerintah Kabupaten Gowa Diduga Acuh Dengan Konflik yang Terjadi di Kampung Parang
Ia menambahkan, dalam beberapa kali pertemuan informal, banyak pedagang merasa dipaksa menandatangani form persetujuan tanpa diberikan ruang menolak. Hal ini memperkuat dugaan bahwa relokasi ini lebih sarat kepentingan proyek daripada kebutuhan mendesak masyarakat.
“SK tersebut bukan hanya cacat prosedural, tetapi telah menjadi sumber kegaduhan sosial. Jika dibiarkan, ini bisa memicu konflik horizontal. Pemerintah seharusnya menjadi penjaga ketertiban, bukan penyulut keresahan.”
Sebagai penutup, Andi Massakili menyerukan agar DPRD Kabupaten Bulukumba segera mengambil langkah konkret: memanggil pihak Dinas Perdagangan dan Perindustrian, mengaudit proses relokasi, serta menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk memastikan suara pedagang benar-benar didengar.
Tonton Juga Video Lainnya