Konsultasi Virtual Otonomi Daerah, Metaverse Dikritik Cuma Taktik Pengadaan Barang

Konsultasi Virtual Otonomi Daerah, Metaverse Dikritik Cuma Taktik Pengadaan Barang

iTimes - Pakar Keamanan Siber mengkritik program 'Kovi Otda' Kemendagri sekadar pengadaan Oculus. Padahal server dukcapil untuk e-KTP mendesak diperbarui.

Kominfo sudah mengajukan wacana jurnalisme metaverse, sementara Kemen PPN/Bappenas nimbrung dengan membawa tema rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) metaverse. Tampaknya yang dilakuin Kemendagri ini ibarat teman nongkrong yang FOMO. Dan yah, mereka akhirnya menemukan cara tersendiri untuk gabung sirkel metaverse di pemerintahan.

Dalam rangka hari otonomi daerah pada 25 April, Kemendagri secara percaya diri merilis uji coba program bernama Konsultasi Virtual Otonomi Daerah, disingkat Kovi Otda. Nama yang futuristik ini tampaknya disesuaikan dengan karakter program ini yang hanya bisa diakses lewat metaverse. Duh, berat amat jadi PNS.  

Tak berapa lama setelah peluncuran program ini, beredar di internet foto pejabat Kemendagri memakai oculus rift, menimbulkan kritik tersendiri mengenai perlu tidaknya lembaga negara membeli piranti augmented reality dalam jumlah tak sedikit buat menyukseskan Kovi Otda.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik memiliki argumen soal relevansi metaverse dalam program ini. “Kita launching sebuah inovasi untuk melayani pemda seputar konsultasi otonomi daerah berbasis virtual dengan teknologi metaverse atau 3D animasi,” ujar Akmal lewat rilis, dilansir CNN Indonesia.

Baca Juga : Bupati Bogor Dan Beberapa Pihak BPK Terjaring OTT Oleh KPK, Sejumlah Uang Disita

“Arahan Bapak Mendagri untuk menekan potensi terjadinya korupsi seputar layanan otonomi daerah, maka kami membuat konsep yang intinya pemberi layanan dengan penerima layanan tidak bertemu. Kami konsep ini kami kemas dalam sebuah aplikasi, yaitu Konsultasi Virtual Otonomi Daerah (Kovi Otda) dengan teknologi metaverse yang kami launching pada hari otonomi daerah ini,” tambahnya.

Menurut Kemendagri, Kovi Otda akan membuat koordinasi pemerintah daerah dengan pusat menjadi lebih baik, sebab mereka bisa berbincang dan berdiskusi tanpa harus bertemu. Akmal juga mengatakan, program ini akan memperkecil ruang praktik transaksional dan menciptakan efisiensi anggaran pemerintah daerah dalam hal berkoordinasi dengan Ditjen Otda. Hmm, apakah untuk mencapai tujuan itu tidak memadai dengan Google Meet/Zoom?

Kami meminta pendapat pakar keamanan siber Teguh Aprianto soal demam metaverse ini. Respons Teguh simpel: kebijakan Kovi Otda menurutnya tak lebih dari upaya pemerintah memanfaatkan teknologi sebagai celah melakukan pengadaan barang.

“Polanya memang selalu begitu. Ketika ada teknologi baru, itu hanya akan berakhir jadi proyek pengadaan di Indonesia, sekalipun pada dasarnya teknologi itu tak berguna untuk orang banyak,” kata Teguh saat dihubungi.

“Teknologi yang penting seperti kualitas website atau layanan publik enggak di-upgrade, yang enggak penting [malah] diadain sama mereka. Kelakuan orang pemerintahan banget lah,” ujar Teguh yang kelihatan dongkol.

Baca Juga : Sekber Bongkar Alternatif Kabinet Indonesia Maju, Jokowi Maju Bareng Prabowo Untuk Menang Pilpres 2024

Teguh menganggap kebijakan ini absurd, sebab baru saja Kemendagri mengatakan pihaknya tidak memiliki anggaran peremajaan server dukcapil sehingga perlu menerapkan biaya Rp1 ribu kepada korporasi yang mau mengakses data kependudukan. “Tapi, buat yang enggak penting begini mereka bisa melakukan pengadaan untuk pembelian oculus. Sulit sekali rasanya untuk memahami mereka,” kata Teguh.

Yang turut mengkritik program ini adalah Direktur Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Arman Suparman. Ia menggarisbawahi infrastruktur, khususnya jaringan internet, yang belum merata di seluruh Indonesia. Bagaimana bisa program berbasis metaverse efektif kalau enggak ada internet memadai?

“Pemerintah harus memperhatikan infrastruktur terutama yang ada di daerah 3T [terdepan, terpencil, dan tertinggal] dan Indonesia Timur yang hingga saat ini masih terkendala proses sinyal. Ini harus diperhatikan,” kata Arman kepada Tirto.

“Kami menyarankan pemerintah membuat peta jalan sampai kapan Kovi ini bisa efektif digunakan di daerah, tentu hal ini melihat dari asistensi teknis atau bimbingan teknis dan dukungan anggaran dalam proses menjalankan teknis Kovi Otda. Jangan sampai diluncurkan hari ini, tapi daya dukung infrastruktur di daerah tidak siap,” tambahnya.

Yah gitu deh. Tinggal nunggu waktu aja lembaga negara menggelar webinar di metaverse. (*/Vice) 

(Tim Network News) 

Previous Post Next Post