LKBHMI Cagora : Selesaikan Kasus Haris & Fatiah, Ini Tidak Sehat

LKBHMI Cagora : Selesaikan Kasus Haris & Fatiah, Ini Tidak Sehat
Doc : Iwan Mazkrib selaku Direktur Eksekutif LKBHMI Cabang Gowa Raya


iTimes - Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan sebagai tersangka Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, sebagai tersangkan dalam dugaan kasus Pencemaran Nama Baik.

Penetapan tersangka ini buntut dari laporan polisi oleh Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Haris dan Fatia dituding melanggar UU ITE dan terancam hukuman penjara akibat membahas situasi dan kondisi Papua dari hasil riset 9 organisasi melalui media sosial. 

Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Gowa Raya Menganggap bahwa ini adalah pembungkaman, ini Kriminalisasi kekuasaan, ini tindakan otoriter dari Pejabat Arogan dan Antikritik. Ini tidak sehat.

Iwan Mazkrib selaku Direktur Eksekutif LKBHMI Cabang Gowa Raya mengatakan bahwa "Dalam iklim demokrasi kritik sangatlah penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Namun disayangkannya jika serangkaian kritik ke penguasa justru berbalik sebagai ancaman dan pembungkaman. Kami anggap ini bertentangan dengan aturan yang berlaku. Ini adalah pembungkaman, ini Kriminalisasi kekuasaan, ini tindakan otoriter dari Pejabat Arogan dan Antikritik. Ini tidak sehat.

Baca Juga : Penetapan Tersangka Harus Haris Azhar Dan Fatia, Diduga Bentuk Penyalahgunaan Kekuasaan, Direktur Eksekutif Celebes Intelectual Law Berpendapat Lain

Kami anggap, Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut, sebagai salah satu bagian dari hak asasi manusia. Hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan hak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Ini kan jelas diamanatkan dalam Pasal 28I ayat 1 sampai 4 UUD 1945. 

Juga kami anggap ini bertentangan dengan SKB Pedoman Implementasi UU ITE. "Bukan sebuah delik pidana jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan". Serta bertentangan dengan Surat Edaran Kapolri SE/2/11/2022. Sebagaimana potongan surat yang urgen diperhatikan ialah, "Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana metupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan Restorative Justice dalam dalam penyelesaian perkara. Terkecuali perkara yang bersifat memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme".

Penetapan tersangka ini harus benar-benar diuji secara hukum agar penggunaan instrumen hukum tidak berakhir pada kehendak kekuasaan.

Kritik kan salah satu bentuk keseimbangan demokrasi, apalagi yang diungkapkan Haris dan Fathia dari hasil riset organisasi besar yang tentu juga bukan data abal-abal. Nah bagaimana jika data dan fakta itu benar? Sekiranya pejabat publik dan Aparat Penegah Hukum tetap berpegang pada janji, mengabdi pada negara dan hukum, bukan pada kekuasaan. Tindakan ini berpotensi mencederai negara demokrasi. Jangan buat kritik itu dianggap oleh bangsa sebagai hal menakutkan. Bagi kami bahwa kapan dan apapun itu, Kebenaran akan tetap menjadi dirinya. Stop Pembungkaman, Stop Kriminalisasi Kekuasaan. (tutupnya)

(Tim Network News) 

Previous Post Next Post